Senin, 12 Maret 2012

Program Hak Asasi Manusia & Keadilan

Konsolidasi demokrasi mensyaratkan adanya institusi yang kuat yang berfungsi sinergis dengan pilar-pilar demokrasi. Bersandar pada pemilihan umum semata tidaklah cukup untuk menghasilkan sebuah sistem politik yang demokratis, karena demokrasi yang sejati sesunggunya mensyaratkan adanya penghargaan atas hak-hak sipil, pengakuan atas prinsip-prinsip kesetaraan dan keragaman, terutama untuk kelompok minoritas. Pendiri Indonesia telah mengakuo pentingnya keragaman dan memastikan hal tersebut diakomodasi dalam Pancasia dan motto Bhineka Tunggal Ika.
Sayangnya, upaya penghargaan atas  keragaman dan kesetaraan tidak sepenuhnya dilakukan. Berbagai kebijakan yang tidak mengakomodir keragaman bermunculan pasca reformasi,, sampai sekarang, di berbagai pelosok. Di komunitas sendiri, mulau muncul tindakan-tindakan represi dan pemaksaaan yang mengatasnamakan kebenaran dan  kepercayaan tertentu. Situasi ini menumbuhkan keraguan bagi orang lain untuk merayarakat kergamaan dan mengekspresikan perbedaan. Padahal, keragaman budaya dan etnis Indonesia adalah aset yang bisa memperkuat persatuan dan integrasi.
Program ini secara khusus bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan warga negara, terutama mereka yang rentan dan termarjinalkan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan. Program ini mendukung kelompok-kelompok marjinal untuk bisa mengakses keadilan,-yang diwujudkan dalam layanan bantuan hukum,- advokasi bagi UU Bantuan Hukum, pengembangan sistem pendukung bagi pembela HAM dan korban pelanggaran HAM, advokasi melawan aturan dan hukum dan praktek-praktek diskriminatif yang membatasi akses kelompok minoritas  terhadap pelayanan publik, menumbuhkan budaya toleransi dan resolusi konflik yang nir-kekerasan, termasuk melakukan fasilitasi dan advokasi bagi perlindungan dan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Strategi Program dan Capaian
Akses atas Keadilan untuk Kelompok Marjinal
Saat ini di Indonesia, dari 20,400 pengacara terdaftar di Indonesia, hanya sedikit yang secara spesifik mendampingi kelompok marjinal atau terlibat dalam litigasi kepentingan publik. Di sisi lain, meskipun penyediaan layanan pendampingan hukum yang seharusnya disediakan negara, tidak sepenuhnya bisa terlaksana karena anggaran Kejaksaan Agung untuk pengacara publik sangat terbatas. Karenanya kehadiran paralegal, yang bisa memberi pendampingan hukum,-sampai batas-batas tertentu-, menjadi sangat penting.
Tifa, kemudian mendukung pengembangan jejaring paralegal yang diinisiasi oleh 16 kantor LBH yang selama ini didukung Tifa. Tifa juga mendukung koalisi yang melakukan advokasi UU Bantuan Hukum, yang salah satu pasalnya mengatur tentang keberadaan dan dukungan terhadap paralegal di Indonesia. Berkolaborasi dengan Open Society Justice Initiative (OSJI),  Tifa juga menyediakan asistensi terhadap klinik hukum di dua universitas.
Keadilan Transisional
Impunitas masih menjadi tantangan besar dalam era pasca reformasi. Berbagai kejahatan serius yang terjadi di era Soeharto belum diproses di pengadilan atau diinvestigasi secara serius. Harapan dan keadilan bagi korban dan keluarganya sama sekali diabaikan. Tifa sejak awal selalu mendukung upaya advokasi untuk pencarian kebenaran atas berbagai kejahatan serius di masa silam, mendukung upaya rekonsiliasi di tingkat komunitas sebagai salah satu cara mendorong adanya rekonsiliasi di tingkat nasional sekaligus membangun kesadaran dan tuntutan akan ratifikasi ICC (International Criminal Court). Kedepannya, Tifa akan terus mendorong hadirnya keadilan transisi yang memastikan impunitas bisa dihapuskan.
Promosi atas Kesetaraan dan Pencegahan Tindak Diskriminasi
Menyadari adanya peningkatan jumlah tindak diskriminatif terhadap berbagai kelompok karena perbedaan ras, etnis dan agama, Tifa mendukung upaya advokasi terhadap tindakan diskriminasi dalam berbagai layanan publik, seperti layanan dokumen kependudukan bagi kelompok minoritas, perempuan dan kelompok diffabel. Tifa juga berkomitmen untuk terus bekerja dengan Kementrian Hukum dan HAM serta KOMNAS HAM untuk memastikan seluruh aturan dan perundang-undangan yang ada di Indonesia sesuai dengan Konvensi Internasional Penghapusan Tindak Diskriminasi (The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination). Tifa juga terlah mendukung upaya penghapusan tindakan diskriminatif dalam advokasi UU Adminduk 2006, Diskriminasi etnis dan anti rasial di tahun 2008, dan UU Pelayanan Publik di tahun 2009. Tifa juga mendukung inisiatif yang mendorong tumbuhnya budaya toleransi, penghargaan terhadap keragaman dan harmoni keberagaman di sekolah dan berbagai komunitas, dengan bekerjasama dengan kelompok-kelompok guru dan pemimpin komunitas. Upaya ini dikolaborasikan bersama berbagai institusi penegakan hukum dan pengacara untuk mendorong kesadaran publik akan pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap hukum.
Mempromosikan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Pada tahun 2009,l sekitar 14% penduduk Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan (US$1.55 per hari). Lebih jauh lagi, separuh dari populasi Indonesi diklasifikasikan sebagai “hampir miskin” dengan belanja pangan kurang dari US$2 per hari. Karenanya Tifa mendorong Kementrian Daerah Tertinggal dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk mengadopsi pendekatan berbasis HAM dalam implementasi program-programnya, terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Tifa, kemudian memfasilitas penyusunan indikator hak ekonomi dan sosial untuk memantau pencapaiannya. Untuk melengkapi upaya ini, Tifa juga mendukung penyelenggaraan forum-forum multistakeholder Di tingkat nasional dan sub-nasional untuk memastikan partisipasi masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan.
Human Rights Support Facilities
Mendukung Program Hak Asasi Manusia
Untuk mendukung kinerja para pembela HAM, TIFA bekerja sama dengan Kontras, LBH Jakarta, Yayasan Pulih dan HRWG membuat program dukungan bagi para penegakan HAM, yang mengupayakan adanya akses penegak HAM di bidang pendidikan dan kesehatan, termasuk diantaranya mengadvokasi kebijakan yang dapat menjamin kehidupan para pembela HAM, dan mempromosikan pentingnya menjadi pembela HAM melalui publikasi secara luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar